Opini

Keputusan Laszlo Polgar dan Keberanian Ganjar Pranowo

Oleh: Sobar Harahap
Semalam saya menonton pertandingan catur antara Judith Polgar dan Magnus Carlsen. Meski sudah pensiun, permainan Judith Polgar benar-benar tetap memukau.

Ia mengorbankan gajahnya yang sangat beracun dan membuat Magnus Carlsen, sang juara dunia catur saat ini, tak berkutik hingga berulangkali mengungkapkan kekagumannya “Oh my God…!”. Pada langkah ke 19, ia pun terpaksa menyerah.

Judith Polgar memang wanita yang luar biasa. Ia menjadi Grandmaster catur termuda, di usia 15 tahun. Bahkan Judith disebut mempunyai kekuatan daya pikir atau IQ mencapai 170, lebih tinggi dari Einstein.

Namun siapa yang menyangka, kalau wanita hebat ini tak pernah mengenyam pendidikan formal sedari kecil?

Betul. Itulah satu keputusan gila yang diambil Laszlo Polgar, sang ayah, yang juga seorang psikolog pendidikan. Ia menjadikan anaknya sendiri sebagai objek penelitiannya, dengan satu premis bahwa jenius bisa diciptakan.

Karena itulah ia mendidik anaknya di rumah hanya bersama istrinya. Ia memberikan pelajaran bahasa, matematika, hingga memperkenalkannya dengan permainan catur.

Tentu eksperimennya waktu itu ditentang banyak orang. Termasuk pemerintah Hungaria sendiri. Mereka mengkritik Laszlo Polgar sebagai monster yang merampas masa kecil anak-anaknya.

Namun karena keberhasilannya, sekarang, kisah keluarga Polgar menjadi inspirasi bagi banyak orang di dunia. Bahkan sekarang ini juga muncul konsep home schooling.

Ketiga anak Laszlo seluruhnya tumbuh menjadi pecatur gemilang. Sampai sekarang Judith Polgar pun masih tercatat sebagai satu-satunya wanita terhebat yang pernah dimiliki dunia catur.

Mengambil keputusan selangkah lebih maju dari kebanyakan orang memang butuh keberanian. Bahkan mungkin keberanian saja tidak cukup. Butuh mental yang kuat untuk menerima cemooh sana-sini.

Betapa tidak, menjelaskannya kepada publik pun sangat sulit karena akan percuma. Sebab hanya bukti yang kemudian bisa menjawabnya.

Bayangkan jika keputusan-keputusan yang berani dan visioner juga diterapkan oleh pemimpin negeri ini dalam menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin yang visioner memang tidak lepas dari kritik, tapi tentu akan ada hasil nyata yang bisa terlihat.

Di antara nama-nama capres yang bermunculan, saya pun mencoba mempelajari rekam jejak mereka satu persatu. Sejauh mana kinerja mereka selama ini. Dari sanalah, saya disodorkan satu fakta tentang keberanian seorang Ganjar dalam berinovasi, bahkan bisa dibilang nekad melawan arus. Ganjar mampu mendobrak tatanan birokrasi dengan memadukan pemerintahan dan dunia populer.

Keputusan Ganjar mengawinkan pemerintahan dengan media sosial pada waktu itu, jelas menjadi perdebatan banyak orang, bahkan tak jarang ditentang.

Media sosial adalah dunia populer, dunia remeh temeh, banyak citra negatif, bahkan kerap dipandang tempat menggerutu paling ampuh. Namun Ganjar untuk pertama kalinya berani membawa birokrasi ke dalam ranah itu.

Hasilnya cemooh datang silih berganti. Ada yang mengatakan gubernur medsos lah, pencitraan, bahkan ada yang melabelinya sebagai konten kreator, dan lain sebagainya.

Tapi sekarang, Ganjar membuktikan bahwa keputusan itu tidak pernah keliru. Ia telah memberitahu semua orang bahwa medsos adalah jembatan terbaik antara masyarakat dan pemerintahan. Bahkan dengan keputusannya aktif bermedsos, ia telah membuat citra birokrasi yang tadinya suram, angker, jadi lebih renyah dan menyenangkan.

Pada 2017, rekor MURI pun memberikan penghargaan kepada Ganjar sebagai “Gubernur pertama yang berinteraksi dengan masyarakat melalui Twitter.” Bahkan karena media sosial, Jawa Tengah yang dipimpinnya, berturut-turut mengantongi penghargaan sebagai provinsi paling informatif, termasuk dalam hal keterbukaan publik.

Keberanian memang punya resiko. Jika Laszlo Polgar mempertaruhkan masa depan keluarga dan anak-anaknya, Ganjar sebetulnya juga mempertaruhkan jutaan rakyatnya dengan kebijakan yang diambilnya. Salah sedikit, mereka lah yang terkena imbas.

Tapi kecemasan itu nyata-nyata telah hilang. Semua orang bisa melihat bahwa Ganjar merupakan sosok pemimpin yang mampu membaca gerak zaman. Ia menjalankan pemerintahan sesuai zamannya, sosok pemimpin yang bisa menyesuaikan dengan keadaaan, tidak justru memaksa rakyat untuk menyesuaikannya.

Ganjar lah yang hadir ke tengah-tengah kita dengan caranya sendiri. Dengan kata lain, Ganjar adalah representasi pemimpin masa kini.

Sekarang kita tahu semua kepala daerah kini sudah pasti punya akun medsos. Ganjar pun masih aktif bermedsos sampai sekarang. Tapi yang membedakan, ia tidak meninggalkan ruh medsos sebagai ruang pengabdian. Bukan semata hanya untuk menampilkan kinerja dan pencapaiannya.

Ganjar masih menyerap aspirasi masyarakat lewat media sosial. Ia menanggapi aduan yang masuk di kolom komenter, langsung menindaklanjuti dengan me-mention dinas terkait untuk segera bertindak. Sudah sangat lama Ganjar mengharuskan dinas-dinas di Jateng punya medsos demi keperluan pelayanan semacam itu.

Lewat medsos, Ganjar juga membuka kanal pengaduan LaporGub. Dan hingga saat ini, sudah ratusan ribu aduan yang diterima dan ditindak lanjuti.

Bahkan saat pandemi melanda, dimana para pelaku UMKM ikut terdampak, Ganjar hadir membantu mempromosian jualan mereka dengan akun medsosnya. Sekarang kita mengenalnya sebagai Lapak Ganjar, platform promosi digital gratis yang jadi primadona para pelaku usaha.

Itulah cara Ganjar Pranowo memimpin selama ini. Ia datang kepada kita semata-mata hanya untuk melayani.  Keberanian dan inovasinya selalu berujung pada kepentingan rakyat, tak peduli cemooh dan olok-olok menamparnya berulangkali.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker