Kesehatan

RSAL dr. MDTS Kupas Tuntas Gejala DBD Pada Anak

PRIMETIMES.ID, TANJUNGPINANG-
Demam Berdarah Dengue atau DBD masih menjadi salah satu isu kesehatan serius di Indonesia sampai sekarang. Masalah kesehatan ini paling rentan menyerang anak-anak yang masih berusia di bawah 15 tahun.

Di Kota Tanjungpinang sendiri berdasarkan sumber dari Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang berada di Dinkes Kota Tanjungpinang menyebutkan bahwa pada awal Januari hingga November 2021 lalu sebanyak 313 kasus DBD telah ditemukan di kota ini.

Hal ini tidak bisa dipungkiri mengingat Kota Tanjungpinang sendiri merupakan wilayah endemi DBD.

Ketahui apa saja gejala DBD pada anak yang perlu diwaspadai, dikupas tuntas saat giat proses pengambilan syuting untuk acara Talk Show Salam Sehat TV Kepri bekerja sama dengan RSAL dr. Midiyato Suratani dengan topik tentang “Gejala DBD Pada Anak Yang Perlu Orangtua Waspadai” dengan Narasumber Ps. Kaur Poli Tumbuh Kembang Dep. KIA, dr. Dwi Lestari Avianti, Sp.A.,M.Ked.Klin dengan Co Host dokter umum IGD RSAL dr. MDTS, dr. Yowiana Kusuma Riayuningtyas dan sebagai Host dari TV Kepri Sdri. Sisca Ramalia, S.Pd.

Dalam proses pengambilan syuting yang diadakan pada Selasa (28/12/2021) di ruangan rapat Karumkital dr. Midiyato Suratani tersebut, dr. Dwi Lestari Avianti, Sp.A.,M.Ked.Klin selaku Narasumber menjelaskan, Indonesia menjadi salah satu tempat yang sangat ideal sebagai tempat tinggal nyamuk penyebab Demam Berdarah Dengue atau DBD yaitu Aedes aegypti.

Bukan tanpa alasan, mengingat Indonesia memiliki iklim tropis yang memang ideal untuk tempat nyamuk berkembang biak. Sayangnya, masih banyak orangtua yang belum mengetahui apa saja gejala DBD pada anak, sehingga banyak yang terlambat ditangani.

Dalam perbincangan yang begitu hangat, dr. Dwi Lestari Avianti, Sp.A.,M.Ked.Klin menyampaikan, DBD lebih sering terjadi dan bisa lebih berbahaya jika dialami oleh anak.

“Secara teoritis, seorang anak dapat mengalami infeksi dengue lebih dari satu kali, karena virus dengue mempunyai empat serotipe,” terangnya.

Pada anak, respons imun terhadap infeksi virus dengue belum sempurna, sehingga hasil akhir infeksi adalah kerusakan dinding pembuluh darah dan perembesan plasma darah. Manifestasi klinis DBD sangat luas, yaitu dari infeksi tanpa gejala, gejala ringan, sampai gejala berat bahkan kematian.

Dijelaskan, banyak faktor yang mempengaruhi berat-ringannya manifestasi infeksi dengue, antara lain faktor usia, status gizi, serotipe virus, serta adanya komorbiditas penyakit lain.

“Hal yang berbahaya dari DBD adalah perdarahan yang berat dan renjatan (kurangnya cairan dalam pembuluh darah yang mengganggu perfusi ke jaringan tubuh). Oleh karena itu orang tua disarankan membawa anaknya berobat ke fasilitas kesehatan jika anak mengalami di antaranya, demam berlangsung lebih dari 3 hari, tidak turun setelah pemberian obat penurun panas, terjadi demam disertai bintik-bintik merah di kulit yang tidak hilang dengan penekanan, terdapat demam disertai perdarahan spontan dari mulut, hidung atau tempat lain yang tidak biasa. Adanya demam yang disertai penurunan kadar trombosit, penurunan kadar leukosit, dan peningkatan hematokrit. Dan adanya demam yang disertai dengan tanda bahaya DBD seperti muntah-muntah yang sering, sakit perut hebat atau buang air kecil yang berkurang atau tidak ada dalam 4-6 jam terakhir,” ujarnya.

Di akhir acara dr. Dwi Lestari Avianti berpesan untuk masyarakat, DBD dapat dicegah dengan penggunaan kelambu saat tidur dan lotion anti nyamuk, pemberantasan sarang nyamuk, pemeriksaan jentik nyamuk di bak mandi, penyemprotan cairan insektisida (fogging), dan gerakan 3 M (mengubur barang bekas, menutup tempat penampungan air, dan menguras bak air) apalagi di musim hujan seperti sekarang.

“Fogging yang efektif merupakan salah satu cara menurunkan populasi nyamuk. Namun, perlu diperhatikan dosis insektisida yang digunakan, perhitungan arah angin, dan perhitungan radius daerah cakupan,” terangnya.

Dengan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya infeksi DBD, keikutsertaan masyarakat dalam usaha pencegahan, dan adanya vaksin, maka diharapkan angka kesakitan dan kematian anak akibat DBD dapat dihindarkan dan dapat diturunkan.

“Karena dengan melakukan semua itu adalah bentuk ikhtiar agar kita semua kuat, sehat dan saling melindungi satu sama lain,” pungkasnya.

(S: MJA/HBG/Pen RSAL dr. MDTS).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker