Festival Moon Cake di Tanjungpinang, Simbol Kuatnya Toleransi dan Penggerak Ekonomi Lokal
PRIMETIMES.ID, TANJUNGPINANG-
Wali Kota Tanjungpinang, H. Lis Darmansyah, SH menilai, penyelenggaraan Festival Moon Cake 2025 tidak hanya sebagai perayaan budaya masyarakat Tionghoa, tetapi juga sebagai simbol toleransi, sejarah panjang kebersamaan, dan penggerak ekonomi masyarakat di Kota Gurindam.
Hal tersebut disampaikannya pada malam pembukaan Festival, yang digelar di kawasan Jalan Merdeka, Tanjungpinang, Sabtu (4/10/2025).
Lampion merah menghiasi kota lama, alunan musik tradisional Tionghoa mengiringi penampilan seni budaya, dan deretan stan bazar UMKM menambah semarak suasana.
Acara diinisiasi oleh Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Tanjungpinang–Bintan, bekerja sama dengan Pemerintah Kota Tanjungpinang dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
Dalam sambutannya, Lis menyampaikan apresiasi dan rasa bangganya atas terselenggaranya kegiatan yang telah tumbuh dari sebuah perayaan kecil menjadi acara besar yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
“Atas nama Pemerintah mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh panitia serta masyarakat yang telah menjaga semangat kebersamaan ini. Moon Cake Festival yang awalnya hanya perayaan kecil kini menjadi perayaan besar yang mempersatukan kita semua,” ujarnya.
Lis menambahkan, kegiatan ini tidak hanya bernuansa budaya, tetapi juga memiliki nilai historis yang mendalam.
Ia mengisahkan bahwa asal-usul perayaan Moon Cake berakar dari masa Dinasti Yuan (1271–1368) di Tiongkok. Pada masa itu, kue bulan digunakan sebagai alat komunikasi rahasia oleh kelompok pemberontak terhadap kekuasaan Mongol, dengan menyelipkan pesan berisi tanggal perlawanan di dalam kue.
Tradisi ini kemudian berkembang pada masa Dinasti Ming, dan sejak itu Moon Cake menjadi simbol perlawanan, kebersamaan, dan harapan.
“Moon Cake memiliki sejarah panjang. Dari simbol perjuangan, kini menjadi lambang keharmonisan dan kebersamaan. Filosofi itulah yang perlu kita jaga bahwa keberagaman adalah kekuatan,” sebutnya.
Lebih jauh, Lis juga menyinggung tentang hubungan harmonis antara masyarakat tempatan dan warga Tionghoa di Tanjungpinang yang telah terjalin selama ratusan tahun. Ia menegaskan bahwa perayaan seperti ini merupakan cerminan komitmen bersama dalam menjaga toleransi yang telah diwariskan sejak masa lampau.
“Sejarah telah membuktikan hubungan baik antara penduduk tempatan dan warga Tionghoa di Tanjungpinang. Kegiatan seperti ini adalah simbol persaudaraan kita, sekaligus pengingat bahwa keberagaman adalah kekuatan yang mempersatukan,” tambahnya.
Selain memperkuat nilai budaya, Lis juga menyoroti pentingnya sinergi festival ini dengan kegiatan bazar UMKM.
Menurutnya, kegiatan budaya yang dibarengi aktivitas ekonomi mampu menggerakkan sektor usaha masyarakat dan memperluas manfaat bagi pelaku ekonomi lokal.
“Kegiatan ini bukan hanya meriah, tetapi juga menumbuhkan ekonomi masyarakat. Kita berharap setiap perayaan budaya bisa menjadi momentum kebangkitan UMKM di Tanjungpinang,” pungkasnya.
(Red)